Jumat, 24 April 2009
Perumpamaan Tentang Penabur
Perumpamaan Tentang Penabur
(Mrk. 4: 1-20)
Pendahuluan
Kata perumpamaan mengandung arti pembandingan suatu hal dengan yang lain. Dalam Injil pemakaian kata perumpamaan memiliki makna yang sangat luas. Bagi Markus, perumpamaan-perumpaman Yesus, baik yang dinyatakan maupun yang tersembunyi bagi siapa saja yang memiliki telinga untuk mendengar, membawa kabar gembira kerajaan Allah. Dalam beberapa pengertian, perumpamaan-perumpamaan itu sama atau mirip dengan teka-teki silang. Markus tentunya tidak salah dalam meyakini bahwa perumpamaan-perumpamaan Yesus berisi suatu kualitas yang membingungkan. Juga pada waktu Markus menulis, kebingungan tersebut tampak lebih besar. Dalam satu hal, Markus melihat bahwa di dalam perumpamaan-perumpamaan itu terdapat beberapa penjelasan berkaitan dengan penolakan bangsa Israel terhadap Yesus. Bangsa Israel gagal dalam memberikan tanggapan terhadap Yesus karena mereka tidak memahami pengajaran Yesus. Markus juga menjadi sadar akan kekaburan atau ketidakjelasan perumpamaan-perumpamaan tersebut adalah karena perubahan situasi dari zaman Yesus ke zaman Markus sendiri. Perumpamaan-perumpamaan mengambil tempat pada sebuah makna baru dalam suatu situasi baru dan dalam prosesnya, relevansi dari perumpamaan-perumpamaan tersebut terkadang tampak kabur atau tidak jelas.
Adalah sesuatu yang lazim apabila suatu saat perumpamaan-perumpamaan tampak terlalu menimbulkan teka-teki dan penggunaannya terhadap suatu situasi baru sering dipersulit dengan alegorisasi. Di sini, dalam Mrk 4.14-20, kita menemukan suatu penafsiran alegoris tentang seorang penabur, yang banyak berbunyi seperti seorang pengkotbah muda yang memberi penjelasan-penjelasan secara rinci berkaitan perumpamaan-perumpamaan dan peringatan kepada orang-orang Kristen akan bahaya-bahaya yang mungkin mengalahkan iman mereka. Para Penafsir kemudian menggunakan alegori secara tetap sebagai suatu metode eksegese. Penafsir-penafsir tersebut juga menarik banyak sekali makna atau arti serta nasihat-nasihat dari suatu perumpamaan dalam cara yang istimewa. Perumpamaan-perumpamaan tersebut diterima menjadi alegori-alegori yang menuntut suatu pemahaman khusus untuk menguraikan makna yang tersembunyi dalam perumpamaan itu sendiri. Pendekatan ini ditolak oleh Adolf Julicher pada akhir abad kesembilan belas, dia mempertahankan bahwa perumpamaan-perumpamaan Yesus bukanlah alegori sama sekali dan tidak boleh ditafsirkan begitu saja. Setiap perumpamaan memiliki satu maksud dan hanya satu maksud. Dan maksud tersebut adalah suatu kebenaran umum yang dapat dipegang oleh siapapun. Selanjutnya, para ahli seperti C.H. Dodd dan J. Jeremias mendasarkan penafsiran mereka pada pemikiran Julicher tersebut. Anggapan dasar Julicher adalah bahwa perumpamaan-perumpamaan Yesus tidak dimaksudkan menjadi alegori-alegori dan bahwa setiap perumpamaan hanya berisi satu maksud yang ternyata terlalu kaku. Persoalan jauh lebih rumit dengan adanya fakta bahwa beberapa penafsir telah meletakkan rincian-rincian alegoris atas perumpamaan. Padahal maksudnya bukanlah demikian. Sebagai contoh: penafsiran Agustinus yang terkenal tentang orang samaria yang baik hati. Akan tetapi, hal ini tidak memaksudkan bahwa seluruh penafsiran alegoris adalah eisegesis. Suatu perumpamaan mengakibatkan sebuah perbandingan, sekali perbandingan tercipta, maka sesuatu atau seseorang dalam perumpamaan tersebut berada dalam sebuah pengertian “identifikasi” dengan suatu benda atau orang dalam dunia yang nyata. Jika suatu perumpamaan relevan terhadap para pendengarnya, berarti perumpamaan itu sepertinya menemukan sasaranya pada diri pendengar tersebut. Misalnya, seperti raja Daud lewat kata-kata “ engkaulah orang itu” (2 Sam 12.7).
Perumpamaan (ay. 1-9)
1-2 Lokasi (setting) nya adalah di Tepi Danau. Tanggapan yang bersifat umum terhadap Yesus merujuk pada kata sebuah kerumunan orang yang sangat besar, yang bersama-sama mendengarkan Yesus. Dua ayat pertama ini adalah contoh yang baik dari gaya perulangan Markus. Kata Kerumunan orang banyak diungkapkan dua kali (2x), kata Danau diungkapkan tiga laki (2x) dan kata pengajaran Yesus ditekankan sebanyak tiga kali (3x). Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ. Perahu tersebut telah siap untuk digunakan sejak dalam 3:9. Dengan cara duduk, Yesus mengadopsi sikap tubuh dari seorang guru (cf. 13.3). Dan Ia mengajarkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Tidak ada makna kiasan yang terdapat dalam pernyataan ini, yakni bahwa terdapat kegagalan komunikasi atau tidak ditemukan kata-kata Yesus yang tidak jelas dalam pengajaran tersebut.
3 Perintah pembuka “dengarlah” menekankan pentingnya ajaran tersebut untuk diikuti atau dijalankan. Selain itu, kata itu menggemakan kata pembuka dalam Ul. 6.4, yang dikenal sebagai shema. Kata tersebut diungkapkan sehari-hari oleh orang yahudi yang saleh sebagai pengingat akan inti imannya. Kata itu berasal dari sebuah kata kerja dalam bahasa Ibrani yang berarti tidak hanya “mendengar” dan “dengarlah” (ay.9), tapi juga “mematuhi” dan kata itu mengemukakan suatu tanggapan aktif terhadap apa yang didengar. Kata itu sungguh ditekankan karena pada prinsipnya suatu perumpamaan dan penafsirannya didasarkan pada perintah shema (mematuhi) untuk mencintai Allah dengan segenap hati, pikiran dan tenaga/kemampuan (B. Gerhardsson, N.T.S., 14, 1968, pp. 165-93). Adalah Seorang penabur keluar untuk menabur. Bagi Markus penabur itu adalah representasi dari Kristus sendiri. Walaupun Markus tidak membuat suatu identifikasi, tapi dia barangkali telah mengisyaratkan hal itu. J. Markus (The Mistery of the Kingdom of God, pp. 37-9) mengemukakan bahwa “pergi keluar” adalah kata kerja yang digunakan oleh Yesus berkaitan dengan misi-Nya sendiri dalam 1.38, dan ungkapan menabur benih pada tanah yang baik menggemakan pernyataan bahwa Yesus mengalamatkannya pada kerumunan orang yang berada di tepi danau (ay. 1/ lih. “on the land”).
4 Banyak ahli menerima penafsiran yang diberikan oleh Jeremias (Parables, pp. 11f). Jeremias menafsirkan bahwa ladang itu tidak dibajak ketika benih tersebut ditabur dan bahwa jalan itu adalah jalan yang sifatnya sementara, yang juga akan dibajak bersama dengan ladang tersebut. Faktanya (dalam Injil) adalah bahwa sebagian benih jatuh di pinggir jalan dan sewaktu-waktu, burung-burung melihat benih-benih itu dalam posisi yang mudah untuk dijangkau/diserang dan kemudian datang untuk memakannya.
Penjelasan Jeremias tentang perumpamaan ini mendukung penafsiran bahwa benih itu jatuh “di atas jalan”. C.C., Torrey (diikuti oleh M. Black, An Aramic Approach, p. 162) menegaskan bahwa di belakang bahasa Yunani Markus tersebut terdapat sebuah frase Aram yang ambigu yang dapat dimengerti dengan arti: atau “di atas jalan” atau “di pinggir jalan”. Akan tetapi, ternyata Markus memilih untuk menulis kata yang berarti “di pinggir” bukan “di
5 atas”. Munculnya tanah yang berbatu-batu di ladang tersebut bukanlah suatu hal yang mengherankan. Karena memang tanah di Galilea itu kadang tipis. Ternyata benih itu tidak begitu dalam di dalam tanah sehingga membuat benih tersebut tidak tumbuh lebih cepat, sebagaimana yang ditegaskan oleh Markus. Di tanah yang dangkal itu, benih akan lebih dekat
6 ke permukaan dan memungkinkan tunasnya muncul dengan baik ke atas tanah secara lebih
cepat. Namun, panasnya matahari membuatnya segera layu dan kering.
7 Gambaran Jeremias tentang seorang petani yang dengan sengaja menabur di antara semak berduri karena dia akan membajaknya adalah bertentangan dengan perumpamaan itu sendiri, sebab kita membahas bahwa semak berduri itu tumbuh dan menjepit benih tersebut. Karena petani itu menabur terpencar-pencar, sebagian benih secara tak sengaja jatuh diantara rumput liar yang berada di luar lahan yang dipersiapkan. Benih tersebut tidak menghasilkan apa-apa. J. Markus (Op.Cit., p. 22) mengemukakan bahwa setiap kegagalan adalah kekalahan pada setiap tingkat yang berbeda dalam pertumbuhan. Pertama, sejumlah benih bahkan tidak sampai bertunas. Kedua, langsung layu dan kering segera ketika benih itu bertumbuh. Ketiga, tampaknya tumbuh tapi tidak menghasilkan apa-apa (tidak memberikan buah).
8 Dan sebagian benih jatuh di tanah yang baik. Akhirnya, berbeda dengan benih-benih yang gagal sebelumnya, ternyata terdapat juga benih-benih yang tumbuh subur. Benih-benih itu tumbuh dan bertumbuh serta menghasilkan panenan. Bukan merupakan suatu hal yang mudah untuk memastikan makna dari perumpamaan tersebut. Perumpamaan itu biasanya ditafsirkan sebagai suatu perumpamaan tentang Kerajaan Allah. Dalam kasus ini, panenan dimengerti sebagai symbol datangnya kerajaan Allah tersebut. Perdebatan kemudian berpusat pada persoalan apakah panenan mengambil tempat dalam pelayanan Yesus (so C.H. Dodd. Parables, pp. 180ff), atau apakah panenan tersebut terletak pada masa yang akan datang, pelayanan Yesus menjadi waktu untuk menabur. Bagaimanapun, patut dicatat bahwa perumpamaan tidak secara khusus mengungkapkan tentang Kerajaan Allah, meskipun kata-kata Markus dalam ay. 10-12 secara jelas menafsirkannya seperti demikian. Suatu penafsiran tradisional menegaskan bahwa perumpamaan tersebut dimaksudkan untuk memberi semangat kepada para murid dalam pewartaannya untuk mewartakan Injil. Perumpamaan itu memberikan harapan kepada para murid yang cemas. Yesus sendiri mengalami kegagalan, namun Kerajaan Allah berkembang dan panenan melampaui setiap harapan. Maka perlu memiliki iman akan Allah. Penafsiran ini sesungguhnya juga merupakan perluasan dari penafsiran yang diberikan oleh Markus sendiri mengenai perumpamaan tersebut. Markus memahami perumpamaan itu sebagai pelayanan Yesus dan tanggapan yang dibuat orang banyak terhadap Yesus. Suatu perumpamaan pada prinsipnya dimaksudkan untuk menghadirkan perbedaan antara mereka yang tanggap terhadap perintah Tuhan dan menjadi pengikut-Nya yang sejati, dan mereka yang gagal untuk mematuhi kehendak-Nya. Tuhan mencari panenan di ladang-Nya, seperti Dia mencari buah anggur di ladang Anggur-Nya (12.1-9). Sejauh ini, sebagaimana pengajaran Yesus menghadirkan kembali penolakan bangsa Israel untuk menanggapi kehendak Tuhan, kiranya, Markus telah menafsirkan perumpamaan tersebut secara tepat ditinjau dari sudut tanggapan yang dibuat terhadap Yesus sendiri.
9 Penolakan tersebut terpaut pada sabda Allah dalam ay. 9, yang menggunakan perintah untuk mendengarkan seperti juga dalam ay. 3; kata kerjanya sama, tapi tidak mungkin untuk menerjemahkan kata kerja ini dengan satu kata saja dalam bahasa inggris menyangkut seluruh Bab ini. Oleh karena itu, di sini kita tetap memakai terjemahan yang lazim yakni: “Barang siapa memiliki telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”.
Tujuan Perumpamaan
Bagi Markus tujuan perikop ini adalah untuk menunjukkan bagaimana orang menanggapi kehadiran Kerajaan Allah yang oleh orang Yahudi diyakini hadir dalam setiap sejarah dan dalam diri manusia. Markus membedakan dua kelompok orang yang menanggapi kehadiran Kerajaan Allah yaitu, orang yang berada di luar serta orang yang berada di sekitar Yesus bersama para murid. Sebagaimana hal itu juga dapat di lihat dalam Mrk. 3.31-35. Bagi Markus persoalan dalam menerima kehadiran Kerajaan Allah bukan terletak pada apakah termasuk kelompok orang luar ataukah kelompok orang yang di sekitar Yesus tetapi terletak pada kesungguhan dan tanggapan yang baik terhadap segala pengajaranNya. Dalam ayat 13 Markus menunjukkan bagaimana keduabelas murid tidak lebih baik dari orang banyak lainnya dalam memahami pengajaran Yesus. Sedangkan bagi orang luar malah Kerajaan Allah itu telah dinyatakan atas mereka oleh karena iman mereka yang luar biasa terhadap pengajaran Yesus (bdk. Mrk. 5:34; 7:29; 9:24; 10:13-16; 14:3-9; 15:39).
10. Sekarang tempat berubah dari tepi danau yang ramai menuju tempat dimana Yesus dan orang-orang yang dekat dengan Yesus berada bersama-sama. Dalam bahasa Yunani hal ini terasa janggal karena kepada kita dikatakan bahwa saat itu Yesus sendirian. Hal ini menjadi janggal karena kemudian dikatakan bahwa Ia berbicara kepada dua kelompok yang ada bersama Dia. Satu kemungkinan adalah bahwa ini merupakan tradisi yang diwariskan oleh Markus, yang seharusnya dibaca dengan “dan kemudian Dia sendiri bersama keduabelas murid…” Jika demikian, maka kemungkinan Markus mau menunjuk pada orang-orang yang mengelilingi Dia. Kelompok ini merujuk pada kelompok yang disebutkan pada Mrk.3:34. Merekalah yang akan melakukan kehendak Allah. Dan bagi Markus, bukan hanya keduabelas murid yang datang kepada Yesus untuk menanyakan tentang perumpamaan-perumpamaan, tetapi juga muncul dari kelompok orang yang hadir mendengarkan Yesus di tempat itu.
11 “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Surga”. Kata rahasia merupakan kata dalam bahasa Yunani untuk menunjukkan misteri yang diperkenalkan kepada orang-orang yang diinisiasikan dalam agama-agama yang mengandung misteri. Kata ini sama dengan istilah dalam bahasa Ibrani dan Aram yang menunjuk pada tujuan rahasia Allah yang Ia nyatakan kepada umatNya. Kata ini juga sering digunakan oleh Paulus (bdk. Rm. 11:25; 16:25; I Kor. 2:7; 15:51; Kol. 1:26; 2:2). Jadi, kata rahasia di sini menunjuk pada misteri Kerajaan Allah yang telah diberikan kepada mereka oleh Allah. Dan di sini nampak bahwa Allah yang terutama berinisiatif dan juga memperlihatkan karakteristik pengajaran Yesus.
12 Ini terjadi supaya…. Ayat ini bagi sebagian penafsir menjadi suatu persoalan oleh karena sabda Yesus yang bernada paradoksal. Namun, bagi Markus di sinilah letak ajaran teologisnya, yakni bahwa seringkali untuk memahami kebenaran dari ajaran Yesus banyak orang menemui hambatan bahkan kegagalan. Karena itu lewat sabdaNya Yesus berusaha membangkitkan respon dari para pendengar akan pengajaranNya.
Penjelasan Mengenai Perumpamaan
Kegagalan para murid dalam memahami ajaran Yesus mengundang kemarahanNya. Sebagai pengikut Yesus yang adalah “orang dalam” seharusnya mereka tidak diberi penjelasan khusus. Akan tetapi bagi para murid, pengajaran Yesus seringkali sulit dipahami. Rupanya karakter pengajaran Yesus ini merupakan salah satu ciri Injil Markus. Peristiwa seperti ini juga muncul kembali pada Mrk. 8.27.
13 Pernyataan Yesus: “Tidakkah kamu mengerti perumpamaan ini?” merupakan petunjuk bahwa para murid gagal memahami pengajaran Yesus. Nampaknya, perumpamaan tentang penabur ini merupakan kunci kepada perumpamaan-perumpamaan lainnya. Hal ini jelas dari perkataan Yesus selanjutnya: “Kalau demikian bagaimana kamu akan memahami yang lain?”
14 Penabur menaburkan sabda. Sabda yang dimaksudkan di sini adalah Injil. Pada tempat ini Markus tidak menyebutkan identitas dari penabur itu. Bisa jadi karena bagi pembaca Markus hal ini sudah menjadi jelas. Bagi mereka, karena perumpamaan mengenai sabda ini disampaikan oleh Yesus, maka menjadi jelas bahwa penabur itu adalah Allah sendiri.
15 Mereka yang berada di pinggir jalan, dimana Sabda itu ditaburkan adalah kelompok pertama dari para pendengar yang diidentifikasikan sebagai yang berada di pinggir jalan. Mereka itu adalah contoh dari lahan yang tidak menghasilkan. Hati mereka itu seperti tanah yang sungguh-sungguh tidak mau menerima. Maka, setan yang masih aktif dan tidak terikat datang dan mengambil benih yang ditaburkan dalam diri mereka. Dengan demikian lenyaplah sabda itu dari dalam diri mereka.
16-17 Kata demikian juga sebenarnya kurang tepat, sebab di sini perbandingan telah bergeser. Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu menjadi sedikit aneh karena diidentifikasikan dengan orang-orang yang mendengarkan sabda dan menerimanya. Penjelasannya menjadi sedikit sulit karena poin yang ingin disampaikan adalah bukan soal adanya perbedaan karakter benih-benih tersebut, tapi tanggapan yang lazim diberikan orang-orang kepada benih itu sangat berbeda. Orang-orang menanggapi sabda itu tapi mereka tidak berakar di dalamnya sebab terjadi penindasan karena sabda tersebut. Sehingga kemuridan mereka hanya berlangsung sebentar saja. Ditindas karena Injil adalah bagian dari pengalaman hidup komunitas kristiani awali dan perumpamaan ini lazim ditafsirkan untuk mereka.
18-19 Kelompok ketiga adalah mereka yang kuatir akan persoalan duniawi dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan yang lain. Mereka juga tidak menghasilkan buah (bdk. Mat. 6. 24). Mereka mendengarkan sabda Allah namun dengan hati yang mendua. Mereka mencari kerajaan Allah, tapi sekaligus masih cemas akan apa yang dimakan atau yang dipakai.
20 Semua kelompok sebelumnya berdiri sebagai kelompok yang menentang sekelompok kecil para murid yang mendengar sabda dan menerimanya. Mereka itu adalah para anggota komunitas Markus yang berkumpul bersama untuk mendengarkan perumpamaan dan penjelasan mengenai perumpamaan tersebut. Mereka itu identik dengan kelompok yang terakhir, yakni orang-orang yang mendengar dan menerima sabda serta mengahasilkan buah. Orang-orang yang menghasilkan buah itu adalah orang-orang yang kepadanya Kerajaan Allah disampaikan.
Penutup
Seluruh pembahasan tentang perumpamaan ini di jelaskan oleh Morna D. Hooker dalam tiga bagian besar, yakni: tentang perumpamaan itu sendiri, tujuan perumpamaan dan penjelasan tentang perumpamaan. Pada intinya, perumpamaan ini berbicara tentang misteri kerajaan Allah. Yang mau ditekankan adalah adanya aneka sikap maupun tanggapan yang diberikan terhadap kerajaan Allah tersebut serta hasilnya. Singkatnya, perumpamaan tentang penabur mencerminkan situasi karya penyelamatan Kristu
Daftar Pustaka
Sumber Utama:
Hooker, M.D. The Gospel According to Saint Mark. London: A&C Black. 1991.
Sumber Pendukung:
Haryanto, J. CM. Perumpamaan-perumpamaan Yesus. Malang: STFT Widya Sasana. 1988.
Kii, J. Bili (ed.). Panduan Membaca Injil Markus: Yesus Utusan Allah. Yogyakarta: Kanisius. 1993.
Leks, Stefan. Meditasi Bersama Markus. Yogyakarta: Kanisius. 1990.
Pidyarto, Henricus. Eksegese KS. Perjanjian Baru sinoptik. Malang: STFT Widya Sasana. 2002.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar