}

Sabtu, 19 April 2008

Negara Yang Berpihak Kepada Orang Miskin


Negara Yang Berpihak Kepada Orang Miskin
Oleh Herri Kiswanto*
Kemiskinan telah menjadi bagian dari hidup manusia. Hal itu juga telah menjadi suatu kenyataan yang kompleks di dalam dunia, termasuk dalam Negara kita sendiri. Kita dapat menjumpai dan menemukan orang miskin di mana-mana, hamper di seluruh pelososk negeri ini. Kemiskinan berarti suatu kenyataan hidup masyarakat atau sebagian dari masyarakat di mana para anggota hanya dapat atau hampir tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti makanan, perumahan, dan pakaian.
Ada banyak alasan yang menyebabkan kemiskinan, contohnya, cacat fisik dan mental, gender, status sosial, usia, isu-isu politis, pendidikan yang rendah dan kebijakan ekonomi yang tidak bersahabat. Melihat kenyataan tersebut, sudah saatnya kalau Negara memberikan perhatian yang sungguh dan maksimal kepada kaum miskin. Lebih lanjut, Negara harus mampu menunjukkan dan menyatakan keberpihakannya bagi mereka, yang terwujud dalam seluruh kebijakan-kebijakan, aturan, dan keputusan-keputusan yang dibuat oleh Negara. Sesungguhnya, Negara tidak hanya mempunyai tugas dan kewajiban untuk memelihara kesatuan dan keadilan, tetapi juga untuk mengatasi egoisme dan penyalahgunaan kekuasaan yang sering kali menjadi sumber dan akar dari kemiskinan itu sendiri. Kemiskinan tidak akan pernah lenyap dari muka bumi ini selama kekuasaan masih disalahgunakan. Sering kali kemiskinan disebabkan oleh mereka yang memiliki jabatan dan kekuasaan.
Dalam berhadapan dengan situasi tersebut, Negara perlu bekerja keras untuk mencapai suatu pemahaman yang lebih mendalam. Yakni bahwa perjuangan Negara bukanlah hanya untuk memerangi rasa lapar, ketidaktahuan, ketidakadilan, dan pelanggaran hak asasi manusia. Akan tetapi, yang paling penting adalah untuk memerangi kebejatan di dalam hati manusia yang merupakan sumber nyata dan akar dari sebagian besar struktur dan sistim penindasan yang menyebabkan kemiskinan. Semuanya itu dapat dilaksanakan melalui pengembangan struktur di mana orang miskin bukan hanya sebagai pengamat pasif tetapi juga harus sebagai pelaku aktif di dalam Negara maupun masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Negara perlu untuk bekerja sama dengan lembaga atau institusi sosial dalam perjuangan untuk memberdayakan orang miskin sehingga mampu bertumbuh dan dapat mencapai kesejahteraan yang layak dan martabat manusia yang penuh. Dengan melakukan hal tersebut, Negara dapat dengan jelas menunjukkan sikap keberpihakannya terhadap orang-orang miskin. Hal itu juga berarti bahwa usaha-usaha Negara bukanlah hanya bersifat teoritis, tetapi Negara benar-benar melakukan usaha tersebut secara konkret.
Relevansi Keberpihakan Terhadap Orang Miskin
Sebagai relevasi riil keberpihakan terhadap orang miskin, Negara dan juga kita sebagai anggota Negara itu sendiri perlu untuk menunjukkan suatu cara hidup yang berbeda kepada yang lain, terutama kepada yang lemah (orang miskin). Cara hidup tersebut antara lain, berusaha untuk hidup secara sederhana. Hal itu bisa dilakukan apabila mau, berani dan terbuka untuk mengatakan cukup terhadap uang atau hal-hal yang lain (tidak serakah), hal ini khususnya ditujukan kepada mereka yang berkecimpung dalam pemerintahan. Berusaha untuk membuang atau membasmi sikap ingin mempunyai lebih dan lebih. Menggunakan semua fasilitas dengan bijaksana dan tidak menginginkan kepunyaan orang lain, sebab sikap itulah yang sering kali terjadi dalam kehidupan berbangsa dan berNegara sekarang ini. Dalam konteks Negara Indonesia, pancasila sebagai ideology dapat menjadi inpirasi bagi kita dalam mengembangkan sikap keberpihakan terhadap kaum miskin. Pokok pandangan dari Pancasila, terutama sila ke lima: "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," mengungkapkan arti dari keberpihakan terhadap orang miskin. Kita harus mendekati mereka (yang lemah/miskin) secara tulus dan jujur dalam persaudaraan serta selalu siap untuk menolong mereka. Kita harus selalu meningkatkan kesadaran kita akan kewajiban kesetiakawanan kita terhadap orang miskin (yang lemah/miskin). Kesetiakawanan itu berarti bahwa permasalahan dan perjuangan mereka itu harus juga menjadi permasalahan dan perjuangan kita.
Kesetiakawanan terhadap orang miskin dapat dinyatakan dengan mengkritik ketidakadilan, berusaha untuk mengubah situasi kemiskinan, dengan bekerja bersama dengan Negara dalam membasminya secara bersama. Ketika kita mendekat kepada orang miskin untuk menemani dan melayani mereka, kita sedang melakukan apa yang diinginginkan Pancasila untuk kita lakukan. Pelayanan kepada yang orang miskin adalah suatu kehormatan.
Dalam hal ini, keberpihakan kita terhadap orang mikin harus menjadi suatu tanda yang nyata dari hidup kita sehari-hari. Dialog kehidupan yang dialogis harus menjadi tanda mendasar dari tindakan kita. Dialog kehidupan berarti membagikan pengalaman-pengalaman hidup kita dengan orang lain.. Di dalam dialog itu, kita dapat mengungkapkan ide-ide kita secara pribadi; mengakui, mengetahui hak-hak dan kebutuhan orang lain. Dengan dialog kehidupan, kita akan mampu memecahkan banyak permasalahan secara bersama-sama dalam hidup kita sehari-hari, termasuk masalah kemiskinan. Dialog kehidupan juga harus menjadi suatu gerakan transformative (yang mampu memberi perubahan), yakni dapat mengubah kemiskinan ke dalam suatu situasi yang lebih baik. Kemiskinan akan diubah jika penderita orang miskin dihapuskan atau paling tidak dikurangi, jika kedamaian diperjuangkan, jika lingkungan sekitar tempat untuk tinggal bersama-sama lebih bersahabat. Sesungguhnya jika kita memberikan kepada orang miskin sesuatu yang sungguh mereka butuhkan/perlukan, kita tidak memberi kepada mereka dengan sukarela sebagai pemberian kita secara pribadi tetapi kita mengembalikan apa yang telah menjadi hak mereka. Hal itu berarti dengan melakukan sesuatu bagi mereka, sebenarnya kita hanya melakukan itu lebih untuk melaksanakan kewajiban kita sebagai manusia terhadap mereka.
Karena orang miskin telah menjadi bagian dari hidup kita, maka, Negara bersama dengan seluruh anggota masyarakat perlu menunjukkan sikap keberpihakan kita kepada mereka, tidak hanya setengah-setengah, tetapi secara total. Sebagai suatu langkah awal agar kita dapat memberi perhatian kita terhadap mereka, pertama-tama kita mestinya tidak menganggap mereka sebagai suatu beban yang harus disingkirkan, tetapi kita harus menganggap mereka sebagai “kekayaan Negara”. Sebagai “kekayaan Negara” berarti mereka harus dilindungi, dipelihara, dijaga serta dikembangkan layaknya “kekayaan”. Sehingga, mereka dapat bertumbuh dan berkembang dalam mencapai taraf hidup yang layak dan sejahtera. Akhirnya, mereka juga akan mampu memiliki harkat dan martabat yang penuh dan sama dengan sesamanya yang lain.

*Penulis adalah Mahasiswa STFT Widya Sasana-Malang

Tidak ada komentar: