}

Sabtu, 19 April 2008

Keutuhan Cipataan Sebagai Tantangan Manusia Modern


Keutuhan Alam Sebagai Tantangan Manusia Modern
Oleh Herri Kiswanto*
Masalah keutuhan alam ciptaan merupakan tantangan paling serius dan kompleks yang dihadapi manusia di abad 21 ini. Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dalam studi mutakhir memperlihatkan bahwa masalah pemanasan global disebabkan oleh tindakan manusia. Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yang terus bertambah di udara. Pemanasan global disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan industri, CO2 dan clhorofluorocarbon. Akan tetapi, yang terutama adalah karbon dioksida(CO2), yang umumnya dihasilkan oleh pengguna batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan serta pembakaran hutan. Penggundulan hutan mengakibatkan lepasnya karbon dari pohon-pohon dan juga menghilangkan kemampuan untuk menyerap karbon. 20 % emisi karbon disebabkan oleh tindakan manusia dan memacu perubahan iklim. Tingginya pemakaian kendaraan bermotor juga merupakan produk yang menyebabkan adanya emisi karbon dioksida pada atmosfer. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Karbon dioksida, clhorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Sementara lautan dan vegetasi menangkap banyak CO2. Ini berarti bahwa jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global. Sekali lagi, pemanasan global itu disebabkan oleh manusia tanpa terkecuali.
Fenomena ini merupakan isyarat mengenai ketidakseimbangan ekosistem. Suatu fenomena alam yang tidak mengenal batas, yang mampu menerjang siapa saja (kaya, miskin, tua, muda, cantik, ganteng) dan kapan saja. Suatu fenomena yang memunculkan problem dalam tatanan alam semesta. Problem yang juga menelorkan pandangan bahwa alam semakin tidak bersahabat. Namun, pertanyaannya adalah bersahabatkah kita dalam memperlakukan alam? Ataukah kita tidak tahu bagaimana harus bersahabat dengan alam? Dalam hal ini, kita perlu menyadari bahwa kita ada di dalam dunia dan juga memiliki kesadaran akan keberadaanya. Dari kesadaran inilah akan muncul kebutuhan akan suatu pengetahuan terhadap alam semesta. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui apa itu dunia ataupun alam semesta. Alam semesta sejak dari awal ditampilkan sebagai suatu realitas yang kompleks. Karena begitu kompleksnya, maka jelas diperlukan pengetahuan yang lebih baik tentangnya. Untuk itu perlu dicari kemungkinan pengetahuan akan dunia supaya dapat dimengerti oleh manusia. Dengan demikian, rahasia alam semesta secara bertahap dan parsial semakin terbuka bagi akal budi manusia. Kekaguman dan pertanyaan kita akan alam semesta juga perlahan-lahan menemukan jawabannya. Menanggapi realitas dan pertanyaan mengenai realitas ini, nampaknya kita perlu melihat kembali peradaban rasionalitas Yunani awali.
Peradaban rasionalitas pada awalnya adalah mitos. Mitos berupa kisah, cerita, dongeng, maupun legenda. Akan tetapi, tidak sekedar itu. Mitos adalah ekspresi yang sangat hidup mengenai relasi manusia dengan ruang lingkupnya, yang tidak lain adalah alam semesta. Dalam mitos, alam semesta merupakan entitas yang relasional dengan manusia. Setiap peristiwa yang terjadi dalam ruang lingkup alam semesta dilihat sebagai peristiwa yang relasional dengan eksistensi manusia. Misalnya, laut bergelora atau marah dipahami sebagai akibat dari kelalaian upacara larung untuk menghormati dewa laut. Demikian juga kala gunung meletus. Sesunggguhnya, dalam mitos alam semesta memiliki peran luar otonom, dengan kata lain manusia bukanlah tuan atas alam. Manusia hanyalah bagian dari alam, sementara alam memiliki otoritasnya sendiri. Penghormatan manusia atas alam adalah pengakuan otoritas alam atas dirinya. Oleh karena itulah, oleh peradaban rasionalisme mitos disebut irasional. Akan tetapi, hal itu tidak sepenuhnya tepat. Lebih tepat bila disebut sebagai yang beyond rasionalitas, sebab ia sering kali mengatasi kepastian-kepastian logis akal budi manusia.

Turning Point
Titik balik yang ingin ditonjolkan adalah bukan menyoal tentang mitos itu logis atau tidak. Akan tetapi, peradaban rasional awali mau mengungkapkan suatu realitas yang relasional antara entitas manusia dengan entitas alam. Suatu realitas penghormatan manusia atas eksistensi alam. Realitas simbiosis mutualis. Tidak ada yang dirugikan tapi saling diuntungkan. Memiliki paradigma yang positif akan alam menjadi suatu hal yang perlu dan esensial. Paradigma manusia terhadap alam semesta amat mempengaruhi tindakan manusia di dalam memperlakukan alam. Paradigma manusia yang menganggap diri sebagai penguasa alam, yang mengatasi alam semesta dan bukan termasuk di dalam salah satu bagian dari alam semesta menyebabkan manusia bertindak sewenang-wenang terhadapnya. Hal itulah yang menyebabkan timbulnya kerusakan alam maupun munculnya masalah lingkungan hidup. Suatu paradigma yang sering kali dianut oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan serakah di tanah air ini. Orang-orang yang sesungguhnya tidak menyadari eksistensinya sebagai manusia yang harus hidup berdampingan dengan eksistensi alam. Sungguh, suatu kemunduran peradaban rasionalitas jika dibandingkan dengan peradaban rasionalitas Yunani awali, khususnya dalam konteks penghormatan dan pemeliharaan terhadap alam semesta.
Jika demikian, maka paradigma manusia tentang alam semesta dan eksistensi dirinya merupakan titik tolak terbentuknya cara merajut hubungan dengan alam itu sendiri. Kesadaran adalah aspek yang paling fundamental dalam hal ini. Bagaimana kesadaran manusia tentang alam semesta, akan menjadi titik tolak perlakuan manusia itu sendiri terhadap alam semesta. Pola relasi yang dibangun manusia dengan alam semesta bertumpu pada kesadarannya tentang posisi alam semesta itu sendiri terhadap dirinya. Karena itu, jika kita mau merubah cara manusia membangun relasinya dengan alam semesta, yang penting adalah perubahan kesadarannya tentang alam semesta itu sendiri.
Suatu paradigma yang baik akan muncul apabila kita sungguh menyadari bahwa kita ada bersama “ada” yang lain, yang dalam konteks ini adalah alam semesta. Kesadaran adalah kunci utama menuju suatu perubahan. Ego cogito ergo sum, kata Descates. Ungkapan itu tidak hanya mengungkapkan kesadaran “psikis” tapi megungkap kesadaran “batiniah”. Suatu kesadaran yang juga melibatkan daya diluar kemampuan akal budi kita (beyond rasionalitas). Oleh karena itu, langkah pertama dan utama dalam menjawab persolan mengenai keutuhan cipataan adalah Sadar! Suatu dampak yang lebih buruk dan fatal akan menerjang siapa saja dan kapan saja apabila kita hidup dalam ketidaksadaran.

*Penulis adalah mahasiswa STFT Widya Sasana-Malang

Tidak ada komentar: